Sabtu, 28 April 2012

benar dan jujur

Benar dan Jujur


Istilah benar dan jujur merupakan terjemahan dari kata sidq. Lawannya adalah kizb yang berarti dusta atau bohong. Sifat benar dan jujur seharusnya menjadi sifat orang beriman dan bertakwa. Sifat ini membawa pemiliknya kepada kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda, ''Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebaikan, kebaikan membawa ke surga. Sesungguhnya yang benar lagi jujur akan digelari Allah dengan siddiq. Sedangkan kebohongan membawa kepada perbuatan dosa, perbuatan dosa membawa pemiliknya ke neraka. Laki-laki yang berbohong akan digelari Allah dengan kazzab (pembohong).'' (HR Bukhari-Muslim).

Sifat benar dan jujur merupakan akhlak mulia. Bahkan, ia termasuk sifat yang selalu melekat pada setiap Rasul Allah. Allah berfirman, ''Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim dalam Al-Kitab (Alquran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Allah juga memberikan gelar siddiq kepada Ismail, Idris, dan rasul lain.''

Ada beberapa tingkatan benar dan jujur yang perlu dipraktikkan. Pertama, benar dan jujur dalam ucapan atau lisan. Orang yang memiliki sifat ini akan selalu memelihara lisan dari perkataan tidak benar dan bohong.

Kedua, benar dan jujur dalam niat. Ini dibuktikan dengan selalu ikhlas dalam niat. Niat yang ikhlas berlaku bagi semua aktivitas yang dilakukan seseorang.

Ketiga, benar dalam cita-cita. Biasanya, sebelum melakukan pekerjaan selalu diawali dengan cita-cita atau tekad (azam). Misalnya, ada orang mengatakan, apabila Allah memberinya rezeki, ia akan menyedekahkan semua atau sebagiannya. Begitu pula, apabila Allah memberinya kekuasaan sebagai pemimpin, ia akan berlaku adil. Kebenaran tekad ini akan terbukti setelah ia memperoleh apa yang dicita-citakannya.

Keempat, benar dalam memenuhi tekad dan cita-cita. Orang sering kali mudah berjanji dan menyatakan cita-cita, tekad, dan rencana. Namun, banyak orang merasa berat mewujudkan janji dan rencananya karena tergoda hawa nafsu yang cenderung mengingkarinya. Perilaku orang ini bertentangan dan jauh dari nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. Sebaliknya, orang yang benar dan jujur selalu memenuhi tekad, janji, dan rencana dengan baik, seperti firman Allah, ''Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.'' (QS 33: 23).

Kelima, benar dan jujur dalam beramal. Sifat ini ditampilkan secara lahir dan batin. Apa yang ada dalam batin dibuktikan dengan amal secara lahir. Keenam, benar dan jujur dalam menjalankan ajaran Islam, dan ini merupakan tingkatan yang tertinggi. Orang yang memiliki sifat ini melekat padanya beberapa sifat lain, seperti khauf dan raja (takut dan harap), zuhud, ridha, tawakal, dan hubb (cinta) kepada Allah dan rasul-Nya.

Sifat benar dan jujur (sidq) perlu dimiliki setiap Mukmin, sehingga ia disenangi Allah dan manusia. Melaluinya, ia akan berhasil, beruntung, dan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Firdaus)

Alloh mendidik kita cinta

Allah Mendidik kita tentang Cinta


Cinta adalah salah satu pesan agung yang Allah sampaikan kepada umat manusia sejak awal penciptaan makhluk-Nya. Dalam salah satu hadis yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Ketika Allah mencipta makhluk-makhluk-Nya di atas Arsy, Dia menulis satu kalimat dalam kitab-Nya, 'Sesungguhnya cinta kasihku mengalahkan amarahku'.''(HR Muslim). Atau dalam versi yang lain, ''Sesungguhnya cinta kasihku mendahului amarahku.'' (HR Muslim).

Dalam kehidupan manusia, cinta sering direfleksikan dalam bentuk dan tujuannya yang beragam. Ada dua bentuk cinta. Pertama, cinta karena Allah. Kedua, cinta karena manusia. Seseorang yang mencintai orang lain karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mengarahkan cinta itu sebagai media efektif untuk saling memperbarui dan saling introspeksi diri, sudah sejauh mana pengabdian kita kepada Allah. Cinta model ini akan berujung pada kepatuhan total dan ketundukan tulus, bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata karena pembuktian cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Seseorang yang mencintai orang lain karena manusia, akan banyak menimbulkan persoalan serius. Cinta ini sifatnya singkat, karena cinta model ini biasanya muncul karena dorongan material dan hawa nafsu. Dua hal yang sering membuat manusia lalai dalam kenikmatan duniawi.

Rabi'ah al-Adawiyah, seorang tokoh sufi terkemuka, suatu ketika pernah berlari-lari di jalan sambil membawa seember air dan api. Ketika ditanya oleh seseorang tentang apa yang sedang dilakukannya, Rabi'ah tegas menjawab bahwa ia membawa air untuk menyiram api neraka, dan membawa api untuk membakar surga. Rabi'ah memberikan alasan, bahwa hanya karena niat ibadah untuk memperoleh surga dan terhindar dari api neraka inilah, kebanyakan manusia melupakan tujuan hakiki ibadahnya. Padahal, ibadah bukanlah bertujuan untuk memperoleh surga atau menghindari neraka. Ibadah merupakan bentuk cinta tulus ikhlas kepada Allah semata.

Pergaulan hidup juga mesti dilandasi cinta. Dengan itu, kehidupan akan berjalan harmonis dan langgeng. Cinta yang diajarkan Allah SWT adalah cinta yang berujung pada keabadian, karena Allah sendiri adalah Zat yang abadi dan tak pernah rusak. Maka, keabadian, keharmonisan, dan kesejahteraan umat manusia akan tercapai jika cinta yang ada pada diri manusia ditujukan semata-mata karena Allah. Allah SWT sendiri yang mengingatkan manusia, bahwa Dia tidak akan pernah mendahulukan amarah-Nya. Cinta Allah yang menyebar di alam semesta inilah yang menjadi bukti bahwa keharmonisan itu benar-benar terjadi.

Seseorang yang tidak melakukan cinta model yang Allah SWT ajarkan tidak akan berhasil mendapatkan cinta Allah. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang tidak mencintai manusia, maka ia tidak akan Allah cintai.'' (HR Al-Bukhari). Model cinta yang Allah ajarkan adalah cinta tertinggi, kerena selain berakibat pada kebahagiaan abadi di akhirat, imbasnya bagi kehidupan dunia pun akan terasa. Wallahu a'lam.